Jumat, 18 Maret 2016

Peninggalan Islam di Palembang (
Sumatera Selatan )
1.         Masjid Lawang Kidul
Masjid Lawang Kidul adalah salah satu masjid tua di kota Palembang. Masjid ini terletak di tepian Sungai Musi di semacam tanjung yang terbentuk oleh pertemuannya dengan muara Sungai Lawangkidul, di kawasan Kelurahan Lawang Kidul, Kecamatan Ilir Timur II. Rumah ibadah ini dibangun dan diwakafkan ulama Palembang Kharismatik, Ki. Mgs. H. Abdul Hamid bin Mgs. H. Mahmud alias K. Anang pada tahun 1310 H(1890 M).
Ulama ini lebih dikenal sebagai Kiai Merogan. Panggilan itu merujuk pada tempat tinggal dan aktivitasnya yang banyak di kawasan muara Sungai Ogan (salah sat anak Sungai Musi) di kawasan Seberang Ulu. Ayahnya adalah seorang ulama dan pedagang yang sukses. Kiai  Merogan dilahirkan pada tahun 1811 M dan wafat pada 31 Oktober 1901. Ulama ini dimakaman di areal Masjid Ki Merogan, salah satu masjid yang dibangun selama syiar Islamnya.
            Selama berdakwah-sebelumnya, dia menetap di Mekkah, Saudi Arabia, tetapi mendapat bisikan untuk kembali ke kampong halaman – bersama murid-muridnya, Kiai Merogan menggunakan perahu hingga ke daerah pelosok di Sumatera Selatan. Karena itu pula, selain Masjid Lawang Kidul dan Masjid Kiai Merogan di Palembang serta tiga pemondokan jemaah haji di Saudi Arabia, Kiai Merogan masih memiliki peninggalan berupa masjid di Dusun Ulak Kerbau Lama Pegagan Ilir (OKI).
Atap Masjid Lawang Kidul memiliki tiga undakan. Uniknya, undakan kedua seakan-akan menutupi undakan pertama. Diantara undakan kedua dan ketiga tidak ada diberi sekat jendela. Bagian puncak atap terpasang bulan sabit. Atap ruangan mihrab tidak sama dengan atap utama masjid. Atap mihrab dibuat sangat mirip dengan atap kelenteng.
2.      Makam Kawah Tengkurep

Makam ini terlindungi kompleks pergudangan peti kemas Pelabuhan Bom Baru di kawasan Kelurahan III Ilir, Kecamatan Ilir Timur II. Dari pinggiran jalan raya, kita harus berjalan sekitar 200 meter untuk dapat melihat langsung kompleks pemakaman ini. Jika lebih memilih dari tepian Sungai Musi, maka kompleks ini berjarak tak lebih dari 100 meter.
Berdasarkan dari catatan sejarah lama kota Palembang, Pemakaman Kawah Tengkurep ini dibangun pada tahun 1728 Masehi atas perintah dari Sultan Mahmud Badaruddin I atau nama lainnya adalah Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo ( yang wafat pada tahun 1756 M ), kalau tidak salah, itu kurang lebih tidak lama setelah masa pembangunan Kompleks Makam atau Gubah Talang Kerangga ( 30 Ilir ) itu di selesaikan. Nama Pemakaman Kawah Tengkurep itu sendiripun diambil dari bentuk cungkup (kubah) -nya yang menyerupai sebuah kawah yang ditengkurapkan, atau kawah terbalik, ( kalau dalam bahasa Palembang adalah Tengkurep ).
Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini di dalamnya terdapat empat cungkup, tiga cungkup sengaja diperuntukkan bagi makam para sultan-sultan kota Palembang dan satu cungkup lainnya untuk putra-putri Sultan Mahmud Badaruddin, para pejabat kesultanan dan hulu-balang kesultanan kota Palembang.
Cungkup I :  
1.      Sultan Mahmud Badaruddin I (wafat tahun 1756 M)
2.      Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah
3.      Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia)
4.      Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari Cina
5.      Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari I Ilir (Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo)
6.      Imam Sayyid Idrus Al Idrus dari Yaman Selatan (Guru Spiritual Sultan).

Cungkup II :
1.      Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755 M)
2.      Ratu Mudo (istri P. Kamuk)
3.      Sayyid Yusuf Al Angkawi (Imam/ Guru penasihat Sultan)

Cungkup III :
1.      Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776 M)
2.      Masayu Dalem (istri Najamuddin)
3.      Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (imam Sultan dari Yaman)

Cungkup IV :
1.      Sultan Muhammad Bahauddin (wafat tahun 1803 Masehi)
2.      Ratu Agung (istri Bahauddin)
3.      Datuk Murni Hadad (Imam Sultan dari Arab Saudi)
4.      Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya

3.      Banteng Kuto Besak
Benteng Kuto Besak mempunyai ukuran panjang sekitar 288 meter dan lebar lebih dari 187 meter, ukuran tersebut digunakan untuk melindungi keberadaan Keraton Kuto Baru dan Keraton Kuto Lama yang ada di dalamnya. Benteng Kuto Besak mulai dibangun sejak 1780 pada masa kekuasaan Sultan Mahmud Badaruddin I yang berkuasa pada rentang waktu tahun 1776-1803. Setelah masa kekuasaannya berakhir, pembangunan Benteng Kuto Besak kemudian dilanjutkan oleh Sultan Mahmud Badaruddin II hingga akhirnya selesai dibangun pada 1821.Benteng Kuto Besak secara umum mengadopsi gaya arsitektur bangunan Perancis. Uniknya benteng pertahanan ini dibangun menggunakan bahan baku berupa batu kapur yang langsung didatangkan dari Kabupaten Ogan Komering Ilir.
4.      Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Museum ini berdiri di atas bangunan Benteng Koto Lama (Kuto Tengkurokato Kuto Batu) dimana Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo dan Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758) memerintah. Berdasarkan penyelidikan oleh tim arkeologis tahun 1988, diketahui bahwa pondasi Kuto Lama ditemukan di bawah balok kayu.

Benteng ini pernah habis dibakar oleh Belanda pada 17 Oktober 1823 atas perintah I.L. Van Seven House sebagai balas dendam kepada Sultan yang telah membakar Loji Aur Rive. Kemudian di atasnya dibangun gedung tempat tinggal Residen Belanda. Pada masa Pendudukan Jepang, gedung ini dipakai sebagai markas Jepang dan dikembalikan ke penduduk Palembang ketika proklamasi tahun 1945. Museum ini direnovasi dan difungsikan sebagai markas Kodam II/Sriwijaya hingga akhirnya menjadi museum.
http://historypeople94.blogspot.co.id/2014/05/beberapa-peninggalan-islam-di-sumatera.html

http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/benteng-kuto-besak-sisa-sisa-peninggalan-kesultanan-palembang-darussalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar