Selasa, 22 November 2016

HADAPI PERSAINGAN EKONOMI GLOBAL

Saat ini dunia berada pada dua kutub kekuatan besar ekonomi dunia yakni Amerika Serikat yang masih mewakili ideologi liberalis dengan Tiongkok yang menggantikan Uni Sovyet mewakili ideologi komunis. Abad 21 diyakini akan menjadi kebangkitan Asia, Tiongkok akan membuat sejarah baru perekonomian dunia. Oleh karena itu, berbagai kerja sama ekonomi antar negara semakin berkembang di Asia. Optimisme yang tinggi telah menumbuhkan percaya diri bangsa Asia lainnya bahwa mereka juga bisa bangkit. Apalagi jumlah penduduk Tiongkok merupakan yang terbesar di dunia, membuat kebangkitan ekonomi di Tiongkok mampu mengubah peta ekonomi dunia. Kekuatan ekonomi dunia mulai terbagi, Tiongkok di belahan bumi timur, dan Amerika Serikat di barat.

Ditengah dua kekuatan ekonomi dunia tersebut, Indonesia dan negara-negara anggota KAA mempunyai peranan penting sebagai penyeimbang dari dua kutub ekonomi dunia tersebut.. KAA menjadi relevan bila diarahkan untuk mengelola perkembangan ekonomi global yang semakin tidak adil dan menguntungkan blok ekonomi tertentu. Negara-negara anggota KAA dapat berbagi kebijakan dalam mengelolah sektor-sektor strategis seperti energi dan perdagangan.

Karena masa depan ekonomi dunia berada pada negara-negara di Asia-Afrika. Potensi yang dimiliki adalah kekuatan ekonomi global telah bergerak ke Asia yang ditandai dengan dominasi ekonomi Tiongkok dan India. Ini merupakan sebuah modal besar untuk mewujudkan cita-cita pada pendiri KAA dahulu. Biarpun India dan Tiongkok sebagai kekuatan besar ekonomi,tetapi Indonesia memiliki kekuatan sejarah dan tradisi dalam menggalang solidaritas negara-negara Asia Afrika.

Pemerintah  mengajak negara-negara KAA dengan beberapa cara, antara lain :
Pertama, Mengurangi ketergantungan lembaga-lembaga keuangan global seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Bank Dunia (World Bank), Dana Moneter Internasional (IMF) dan bank-bank regional seperti Bank Pembangunan Asia (ADB). Karena lembaga-lembaga tersebut terbukti tidak mampu memberikan daya saing dan stabilitas ekonomi bagi negara-negara berkembang di Asia dan Afrika. Yang terjadi adalah tidak terciptanya kemandirian ekonomi di negara-negara Asia dan Afrika.
 Kedua, Mengubah pola pikir para pemimpin negara-negara KAA tentang cara pembangunan ekonomi tidak harus dengan lembaga-lembaga keuangan global tersebut. Contohlah Iran yang berhasil membangun dan membangkitkan ekonomi negaranya ditengah embargo ekonomi dunia.
Ketiga, Memberikan masukan kepada negara-negara peserta untuk mendirikan Bank sendiri yang diprakarsai oleh negara-negara peserta guna menjadi penyeimbang lembaga keuangan yang ada sebelumnya tanpa merubah tataran yang sudah ada. Sehingga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara peserta secara mandiri tanpa ada intervensi dari blok ekonomi lain.
 Peluang
Presiden siap mewujudkannya dengan didukung oleh Indonesia sebagai poros ekonomi baru dengan penggabungan antara jalur sutra Tiongkok dan poros maritim Jokowi sebagai jalur konektivitas perdagangan. Kesempatan pada KAA ini dapat dimanfaatkan untuk menjadikan Indonesia sebagai jembatan maritim yang menghubungkan kedua benua antara Asia dengan Afrika.
Semakin berkembangnya ekonomi negara-negara Asia-Afrika. Negara-negara Asia dan Afrika memilki porsi besar dalam bidang perdagangan dan ekonomi dunia Sejumlah data menyebutkan bahwa kawasan Asia Afrika memiliki potensi yang sangat besar, dengan pertumbuhan ekonomi Asia sebesar 4,9 persen dan Afrika sebesar 4,3 persen dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 51 persen dan investasi yang meningkat cukup tajam. Pemeritah menyerukan untuk lebih meningkatkan kerja sama dalam ekonomi dan perdagangan serta kebijakan dan tindakan tepat, khusunya dalam meminimalkan perdagangan tarif dan non tarif, serta mendorong perdagangan langsung. Hal ini diharapkan dapat mendorong peluang investasi kedua benua yang sangat besar, terutama di bidang manufaktur, pertanian, infrastruktur dan energi.

Kompasiana.com



IS GNB STILL RELEVANT?

Gerakan Non blok merupakan wadah negara-negara yang tidak memasuki blok Barat ataupun blok Timur. GNB hanya sebuah gerakan, bukan organisasi karena tidak memiliki sekretariat dan sifatnya juga tidak mengikat diantara negara anggotanya. Gerakan Non blok tidak diartikan sebagai netralisme, tetapi aktif sebagai subjek yang ikut berperan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa internasional. Negara-negara Non blok tidak ingin dijadikan obyek kepentingan dua raksasa dunia dalam pergolakan politik internasional. Negara-negara ini pun tidak mau diombang-ambingkan dua ideologi raksasa yang sedang berlomba berebut pengaruh.
Semenjak Uni Soviet runtuh dan pecah terbagi menjadi beberapa negara, Gerakan Non-Blok terasa kurang relevansinya. Kejatuhan Uni Soviet tersebut kemudian diikuti dengan krisis politik yang melanda negara-negara sekutunya di belahan Eropa Timur. Yugoslavia berantakan dan terpecah menjadi beberapa negara, Jerman Barat bergabung dengan Jerman Timur dan negara-negara Eropa Timur lainnya melakukan reformasi politik dan ekonomi mengikuti fenomena sejarah yang terjadi saat itu.
Motivasi utama pendirian Gerakan Non-Blok pada tahun 1961 adalah untuk menghindarkan perang serta memperkokoh perdamaian. Persaingan kekuatan militer yang sangat tajam antara AS dan Uni Soviet menimbulkan kekhawatiran berbagai negara bahwa tidak tertutup kemungkinan akan pecah perang terbuka antara kedua pihak.
Untuk menyikapi keadaan tersebut beberapa negara melakukan inisiatif dan memprakarsai sebuah gerakan yang diposisikan netral, tidak memihak serta tidak berada di kedua belah pihak. Pendirian GNB didasari oleh semangat Dasasila Bandung yang dihasilkan pada Konferensi Asia Afrika (KAA) di kota kembang tersebut. Pada saat masih berlangsung perang dingin, tujuan GNB memiliki relevansi yang sangat kuat. Keberadaannya secara politik agak surut ketika terjadi revolusi politik besar-besaran di Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur.
Intinya Tujuan utama GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan penting lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta kerjasama internasional berdasarkan persamaan hak.

Menyusul runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 dan kekuatan militer-politik komunisme di Eropa Timur, muncul perdebatan mengenai relevansi, manfaat dan keberadaan GNB. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa dengan berakhirnya sistem bipolar, eksistensi GNB telah tidak bermakna. Namun, sebagian besar negara mengusulkan agar GNB menyalurkan energinya untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dunia pasca Perang Dingin, di mana ketegangan Utara-Selatan kembali mengemuka dan jurang pemisah antara negara maju dan negara berkembang menjadi krisis dalam hubungan internasional. Perhatian GNB pada masalah-masalah terkait dengan pembangunan ekonomi negara berkembang, pengentasan kemiskinan dan lingkungan hidup, telah menjadi fokus perjuangan GNB di berbagai forum internasional pada dekade 90-an.

Sesuai dengan namanya Non-Aligned Movement (NAM), sebagai sebuah gerakan, GNB harus terus bergerak ditengah-tengah dinamika dunia internasional saat ini. Apa yang telah menjadi tema perjuangan GNB sejak 1961 sampai tahun 1990 masih tetap relevan karena keterbelakangan serta kesenjangan ekonomi dan pembangunan masih tetap menjadi permasalahan saat ini.
Namun jika dikaji lebih dalam, surutnya peran GNB itu sebenarnya lebih bersifat di permukaan. Setelah berakhirnya era perang dingin, bukan berarti dunia terbebas dari konflik dan peperangan. Di beberapa negara/wilayah, kita mencatat terjadinya berbagai konflik baik bersifat lokal maupun regional. Perseteruan politik yang disertai dengan pergantian kepemimpinan nasional terjadi di beberapa negara Afrika. Bahkan peristiwa yang hampir sama juga dialami oleh negara Indonesia, sebagai salah satu pelopor berdirinya gerakan ini.
Munculnya tantangan-tantangan global baru sejak akhir abad ke-20 telah memaksa GNB untuk terus mengembangkan Kapasitas dan arah kebijakannya agar sepenuhnya mampu menjadikan keberadaannya tetap relevan, tidak hanya bagi anggotanya tetapi juga lebih terkait dengan sumbangannya dalam menghadapi tantangan tersebut.
Perang antara Israel dan Palestina tetap berlangsung sampai saat ini, India dan Pakistan yang sama-sama anggota GNB juga mengalami hubungan yang tidak harmonis. Hal yang sama terjadi terhadap dua negara bersaudara di semenanjung Korea yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Keadaan semacam ini harusnya menyadarkan negara-negara anggota GNB bahwa tantangan yang dihadapi tidak berkurang bahkan semakin berat di masa depan.
Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dicita-citakan GNB yaitu dunia yang aman, tenteram dan sejahtera masih menjadi tantangan bagi berbagai negara. Karena itulah keberadaan GNB masih relevan untuk mencapai world peace and development
Republika.com
Terpopulerkan.com



Apa yang harus dilakukan Indonesia menghadapi MEA dan AFTA?

1.     Penguatan Daya Saing Ekonomi
Munculnya MEA dan AFTA menjadikan bangsa kita siap menghadapi bebasnya produk-produk luar negeri yang berlimpah ruah, oleh karena itu  pada 27 Mei 2011, Pemerintah meluncurkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI merupakan perwujudan transformasi ekonomi nasional dengan orientasi yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan.
2.     Penguatan Sektor UMKM
Perlu dipahami, bahwa kapasitas daya saing pelaku usaha kita, seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih berada di urutan terbawah dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Apalagi, jika dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam ekonomi APEC. Perlu kerja ekstra dari berbagai kalangan dalam merespon hal tersebut.
Selain itu, persiapan Indonesia dari sektor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) untuk menghadapi MEA 2015 adalah pembentukan Komite Nasional Persiapan MEA 2015, yang berfungsi merumuskan langkah antisipasi serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan KUKM mengenai pemberlakuan MEA pada akhir 2015.
Adapun langkah-langkah antisipasi yang telah disusun Kementerian Koperasi dan UKM untuk membantu pelaku KUKM menyongsong era pasar bebas ASEAN itu, antara lain peningkatan wawasan pelaku KUKM terhadap MEA, peningkatan efisiensi produksi dan manajemen usaha, peningkatan daya serap pasar produk KUKM lokal, penciptaan iklim usaha yang kondusif.
Namun, salah satu faktor hambatan utama bagi sektor Koperasi dan UKM untuk bersaing dalam era pasar bebas adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) pelaku KUKM yang secara umum masih rendah. Oleh karena itu, pihak Kementrian Koperasi dan UKM melakukan pembinaan dan pemberdayaan KUKM yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan standar produk, agar mampu meningkatkan kinerja KUKM untuk menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi.
Pihak Kementerian Perindustrian juga tengah melaksanakan pembinaan dan pemberdayaan terhadap sektor industri kecil menengah (IKM) yang merupakan bagian dari sektor UMKM. Penguatan IKM berperan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja dan menghasilkan barang atau jasa untuk dieskpor. Selain itu, koordinasi dan konsolidasi antar lembaga dan kementerian pun terus ditingkatkan sehingga faktor penghambat dapat dieliminir.
3.      Perbaikan Infrastruktur
Kemampuan daya saing produk Indonesia di pasaran ASEAN menuntut ketersediannya infrastruktur yang memadahi. Infrastruktur yang kurang maksimal akan memperlambat gerak laju ekspor berbagai produk. Akibatnya kepercayaan permintaan luar negeri terhadap produk kita mengalami penurunan. Bahkan produk yang berdiam lama selama di perjalanan akan mengalami penyusutan kualitas. Sama halnya dalam permintaan jasa, seperti tenaga kerja kita ke luar negeri juga membutuhkan sarana infrastruktur yang memadai, agar permintaan luar negeri terhadap tenaga kerja kita bisa sesuai jadwal.
Dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil, selama tahun 2010 telah berhasil dicapai peningkatan kapasitas dan kualitas infrastruktur seperti prasarana jalan, perkeretaapian, transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, komunikasi dan informatika, serta ketenagalistrikan.
4.      Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas SDM adalah melalui jalur pendidikan. Selain itu, dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah membangun sarana dan prasarana pendidikan secara memadai, termasuk rehabilitasi ruang kelas rusak berat.
5.     Reformasi Kelembagaan dan Pemerintahan
Tentunya dalam menghadapi MEA da AFTA perlu dukungan dari pemerintahan yang sehat. Oleh karena itu, unsur dari pemerintahannya sendiri harus bejalan dengan akal yang sehat. Perlu adanya langkah cerdas dari kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para pelaku industri, seperti beban pajak yang tidak memberatkan, proses pengurusan usaha yang tidak membutuhkan banyak “meja” (aturan berbelit), meniadakan aroma korupsi birokrasi dalam pengurusan usaha. Masalah tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan gairah kepada masyarakat Indonesia agar ikut andil dalam menciptakan ekonomi kreatif yang berdayasaing tinggi dan meningkatkan laju ekspor.Pemerintah Pusat dan daerah hendaknya bersinergi secara harmonis dalam membuat berbagai kebijakan, agar pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan pelabuhan, jalan raya dan sarana transportasi lainnya bisa dilakukan secepatnya. Sudah saatnya kita mempersiapkan diri untuk menghadapi AFTA 2015.



Rabu, 09 November 2016

Here It is … Reformasi ?
Reformasi secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan akar kata “reform”  yaitu pembentukan kembali. Apa yang dibentuk ? yaitu perubahan tatanan kehidupan. Kenapa ? karena kita tahu bahwa kehidupan itu akan selalu berubah. Setiap perubahan pasti ada perkembangan maupun kemunduran. Harapannya dengan reformasi perubahan yang dilakukan dapat mewujudkan perkembangan yang  mendukung pembaharuan ke arah yang lebih baik dengan hasil yang dapat  menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan tersebut. Indonesia menggunakan istilah ini tentu saja menuntut  suatu perubahan tanpa merusak dengan cara memformat ulang, menata ulang hal – hal yang menyimpang, serta memelihara agar semua sesuai dengan nilai-nilai yang dicita-citakan berdasarkan ideology pancasila. Sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme, brutalisme. Oleh karena itu pelaksanaannya diusahakan selalu terencana dan bertahap. Sehingga perikehidupan lama dapat diperbaiki dengan tatanan perikehidupan baru secara hukum . Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum, dan pendidikan.
KONDISI INDONESIA PASCA REFORMASI : hal menonjol yang terjadi adalah krisis multi-dimensional. Sehingga rakyat banyak yang tidak percaya kepada pemerintah, demokratisasi dianggap tidak berjalan. Ketatanegraan kita didominasi oleh kaum liberal terutama dalam bidang politik. Hal ini memiliki kelebihan dan kekurangan seperti yang akan dijelaskan dibawah. Pada masa ini juga banyak terjadi kasus pelanggaran hukum dan HAM, serta krisis moneter yang menyebabkan kesejahteraan rakyat semakin menurun.
Dampak Reformasi
1.      Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
Perubahan ( amandemen ) terhadap UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan dari reformasi. Rakyat menghendaki adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.Tuntutan perubahan UUD 1945 dilatarbelakangi karena pada masa ORBA kekuasaan besar ada ditangan presiden dan adanya pasal-pasal yang dapat menimbulkan multitafsir. Perubahan ini bertujuan untuk menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan Negara, kedaulatan HAM, pembagian kekuasaan, hingga pemilihan presiden, dan pembatasan masa jabatan presiden.

2.      Pemilihan presiden secara langsung
Penyelenggaraan pemilihan presiden secara langsung merupakan salah satu wujud dan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara demokratis dengan prinsip LUBER JURDIL. Pemilihan ini diselenggarakan pada tahun 2004.

3.      Pembatasan masa jabatan presiden
Berdasarkan hasil amandemen UUD 1945 menghasilkan pasal 7 yang menyatakan presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun. Tanpa adanya amandemen ini kekuasaan di Indonesia akan terus menciptakan iklim politik yang tidak demokratis.

4.      Kebebasan Pers
Pada masa Orde Baru kebebasan pers sangat dibatasi oleh kepentingan pemerintah. Setiap isi berita yang disajikan tidak boleh bertentangan dengan pemerintah. Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat.. Ditandai dengan munculnya media-media baru, baik media cetak maupun elektronik dengan berbagai kemasan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik kebijakan pemerintah juga menjadi ciri baru pers Indonesia.

5.      Restrukturisasi ABRI
Tuntutan perubahan pada ABRI berujung pada tuntutan penghapusan Dwi Fungsi ABRI. Dwi Fungsi ABRI telah membawa konsekuensi panjang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selama masa Orde Baru.  Sejak penghapusan Dwi Fungsi ABRI dan diikuti wacana kembalinya lembaga TNI ke barak Serta dipisahkannya TNI dengan POLRI, memberi harapan baru bagi proses demokratisasi serta mengobati kekecewaan panjang rakyat terhadap posisi ABRI yang kini menjadi TNI.

6.      Otonomi Daerah
Era reformasi ditandai oleh bangkitnya demokrasi. Lahir UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah, namun masih menuai banyak persoalan. Persoalan-Persoalan yang muncul antara lain masalah kordinasi antar daerah otonom tingkat provinsi dan kabupaten munculnya “raja-raja kecil” di daerah yang cenderung mengabaikan nilai etik dalam berpolitik, sulitnya pengawasan daerah otonom dan lain sebagainya. Sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan baru mengenai Otonomi Daerah, yakni dengan pemberlakuan UU No. 32/2004 tentang pemerintahan Daerah dan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara pemerintahan Pusat dan Daerah.
Kekurangannya adalah :
1.      Militer tak lagi mendapat kepercayaan masyarakat
Karena pada masa sebelumnya kekuatan militer Indonesia sangatla lemah, rakyat Indonesia sudah mulai tidak mempercayai kekuatan militer negaraya sendiri. Apapun yang ada sangkut-pautnya dengan militer akan ditolak dengan tegas oleh rakyat Indonesia.
2.      Adanya krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia
Krisis multi dimensi adalah suatu situasi dimana bangsa dan negeri kita dewasa ini sedang dilanda oleh beraneka-ragam pertentangan besar maupun kecil dan berbagai keruwetan di bidang politik, ekonomi, sosial, dan juga kebobrokan moral. Krisis ini telah dan sedang terus memporak-porandakan berbagai sendi-sendi penting kehidupan bangsa. Begitu hebatnya krisis yang bersegi banyak ini, sehingga banyak orang kuatir akan terjadinya desintegrasi negara dan bangsa, atau membayangkan masa yang serba gelap di kemudian hari. Karena begitu besarnya kekacauan di berbagai bidang itu.

3.      Pemerintah hanya fokus pada perbaikan ekonomi
Pada masa reformasi, Indonesia sebagian besar hanya terfokus pada perbaikan ekonomi. Karena kebanyakan pakar berpendapat bahwa jika kita dapat memperbaiki sektor ekonomi, maka sektor sektor yang berdampingan dengan sektor itu (seperti sektor politik) akan ikut serta berkembang dengan sendirinya.

4.      Munculnya Euforia Kebebasan
Era reformasi adalah era keterbukaan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat terhadap perkembangan politik maupun kritik terhadap kinerja aparatur negara. Dengan adanya era keterbukaan dan kebebasan tersebut berdampak pada munculnya aksi – aksi unjuk rasa terhadap kinerja pemerintah. Pada awal reformasi, setiap hari hampir terjadi aksi unjuk rasa. Reformasi sebagai era keterbukaan banyak dimaknai oleh masyarakat sebagai kebebasan yang berlebihan. Masyarakat terjebak oleh euforia kebebasan yang telah menimbulkan bahaya disintegrasi nasional dan sosial. Konflik-konflik di Ambon, Poso, Sambas, dan Sampit merupakan contoh gejolak sosial di daerah yang dapat menimbulkan disintegrasi nasional dan sosial.

Sumber : www.sumberpengetahuan.com