IS GNB STILL RELEVANT?
Gerakan Non blok merupakan wadah negara-negara yang tidak
memasuki blok Barat ataupun blok Timur. GNB
hanya sebuah gerakan, bukan organisasi karena tidak memiliki sekretariat dan
sifatnya juga tidak mengikat diantara negara anggotanya. Gerakan Non blok tidak
diartikan sebagai netralisme, tetapi aktif sebagai subjek yang ikut berperan
dalam menghadapi peristiwa-peristiwa internasional. Negara-negara Non blok
tidak ingin dijadikan obyek kepentingan dua raksasa dunia dalam pergolakan
politik internasional. Negara-negara ini pun tidak mau diombang-ambingkan dua
ideologi raksasa yang sedang berlomba berebut pengaruh.
Semenjak Uni
Soviet runtuh dan pecah terbagi menjadi beberapa negara, Gerakan Non-Blok
terasa kurang relevansinya. Kejatuhan Uni Soviet tersebut kemudian diikuti
dengan krisis politik yang melanda negara-negara sekutunya di belahan Eropa
Timur. Yugoslavia berantakan dan terpecah menjadi beberapa negara, Jerman Barat
bergabung dengan Jerman Timur dan negara-negara Eropa Timur lainnya melakukan
reformasi politik dan ekonomi mengikuti fenomena sejarah yang terjadi saat itu.
Motivasi utama
pendirian Gerakan Non-Blok pada tahun 1961 adalah untuk menghindarkan perang
serta memperkokoh perdamaian. Persaingan kekuatan militer yang sangat tajam
antara AS dan Uni Soviet menimbulkan kekhawatiran berbagai negara bahwa tidak
tertutup kemungkinan akan pecah perang terbuka antara kedua pihak.
Untuk menyikapi
keadaan tersebut beberapa negara melakukan inisiatif dan memprakarsai sebuah
gerakan yang diposisikan netral, tidak memihak serta tidak berada di kedua
belah pihak. Pendirian GNB didasari oleh semangat Dasasila Bandung yang
dihasilkan pada Konferensi Asia Afrika (KAA) di kota kembang tersebut. Pada
saat masih berlangsung perang dingin, tujuan GNB memiliki relevansi yang sangat
kuat. Keberadaannya secara politik agak surut ketika terjadi revolusi politik
besar-besaran di Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur.
Intinya Tujuan utama
GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri,
kemerdekaan nasional, kedaulatan dan integritas nasional negara-negara anggota.
Tujuan penting lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak
pada pakta militer multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan
manifestasi imperialisme; perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme,
rasisme, pendudukan dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri
urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan
terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional;
pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem perekonomian
internasional; serta kerjasama internasional berdasarkan persamaan hak.
Menyusul
runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 dan kekuatan militer-politik komunisme
di Eropa Timur, muncul perdebatan mengenai relevansi, manfaat dan keberadaan
GNB. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa dengan berakhirnya sistem bipolar,
eksistensi GNB telah tidak bermakna. Namun, sebagian besar negara mengusulkan
agar GNB menyalurkan energinya untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dunia
pasca Perang Dingin, di mana ketegangan Utara-Selatan kembali mengemuka dan
jurang pemisah antara negara maju dan negara berkembang menjadi krisis dalam
hubungan internasional. Perhatian GNB pada masalah-masalah terkait dengan
pembangunan ekonomi negara berkembang, pengentasan kemiskinan dan lingkungan
hidup, telah menjadi fokus perjuangan GNB di berbagai forum internasional pada
dekade 90-an.
Sesuai dengan namanya Non-Aligned Movement (NAM), sebagai
sebuah gerakan, GNB harus terus bergerak ditengah-tengah dinamika dunia
internasional saat ini. Apa yang telah menjadi tema perjuangan GNB sejak 1961
sampai tahun 1990 masih tetap relevan karena keterbelakangan serta kesenjangan
ekonomi dan pembangunan masih tetap menjadi permasalahan saat ini.
Namun jika dikaji
lebih dalam, surutnya peran GNB itu sebenarnya lebih bersifat di permukaan.
Setelah berakhirnya era perang dingin, bukan berarti dunia terbebas dari
konflik dan peperangan. Di beberapa negara/wilayah, kita mencatat terjadinya
berbagai konflik baik bersifat lokal maupun regional. Perseteruan politik yang
disertai dengan pergantian kepemimpinan nasional terjadi di beberapa negara
Afrika. Bahkan peristiwa yang hampir sama juga dialami oleh negara Indonesia,
sebagai salah satu pelopor berdirinya gerakan ini.
Munculnya
tantangan-tantangan global baru sejak akhir abad ke-20 telah memaksa GNB untuk
terus mengembangkan Kapasitas dan arah kebijakannya agar sepenuhnya mampu
menjadikan keberadaannya tetap relevan, tidak hanya bagi anggotanya tetapi juga
lebih terkait dengan sumbangannya dalam menghadapi tantangan tersebut.
Perang antara
Israel dan Palestina tetap berlangsung sampai saat ini, India dan Pakistan yang
sama-sama anggota GNB juga mengalami hubungan yang tidak harmonis. Hal yang
sama terjadi terhadap dua negara bersaudara di semenanjung Korea yaitu Korea
Selatan dan Korea Utara. Keadaan semacam ini harusnya menyadarkan negara-negara
anggota GNB bahwa tantangan yang dihadapi tidak berkurang bahkan semakin berat
di masa depan.
Hal ini
menunjukkan bahwa apa yang dicita-citakan GNB yaitu dunia yang aman, tenteram
dan sejahtera masih menjadi tantangan bagi berbagai negara. Karena itulah
keberadaan GNB masih relevan untuk mencapai world peace and development
Republika.com
Terpopulerkan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar