Selasa, 22 November 2016



IS GNB STILL RELEVANT?

Gerakan Non blok merupakan wadah negara-negara yang tidak memasuki blok Barat ataupun blok Timur. GNB hanya sebuah gerakan, bukan organisasi karena tidak memiliki sekretariat dan sifatnya juga tidak mengikat diantara negara anggotanya. Gerakan Non blok tidak diartikan sebagai netralisme, tetapi aktif sebagai subjek yang ikut berperan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa internasional. Negara-negara Non blok tidak ingin dijadikan obyek kepentingan dua raksasa dunia dalam pergolakan politik internasional. Negara-negara ini pun tidak mau diombang-ambingkan dua ideologi raksasa yang sedang berlomba berebut pengaruh.
Semenjak Uni Soviet runtuh dan pecah terbagi menjadi beberapa negara, Gerakan Non-Blok terasa kurang relevansinya. Kejatuhan Uni Soviet tersebut kemudian diikuti dengan krisis politik yang melanda negara-negara sekutunya di belahan Eropa Timur. Yugoslavia berantakan dan terpecah menjadi beberapa negara, Jerman Barat bergabung dengan Jerman Timur dan negara-negara Eropa Timur lainnya melakukan reformasi politik dan ekonomi mengikuti fenomena sejarah yang terjadi saat itu.
Motivasi utama pendirian Gerakan Non-Blok pada tahun 1961 adalah untuk menghindarkan perang serta memperkokoh perdamaian. Persaingan kekuatan militer yang sangat tajam antara AS dan Uni Soviet menimbulkan kekhawatiran berbagai negara bahwa tidak tertutup kemungkinan akan pecah perang terbuka antara kedua pihak.
Untuk menyikapi keadaan tersebut beberapa negara melakukan inisiatif dan memprakarsai sebuah gerakan yang diposisikan netral, tidak memihak serta tidak berada di kedua belah pihak. Pendirian GNB didasari oleh semangat Dasasila Bandung yang dihasilkan pada Konferensi Asia Afrika (KAA) di kota kembang tersebut. Pada saat masih berlangsung perang dingin, tujuan GNB memiliki relevansi yang sangat kuat. Keberadaannya secara politik agak surut ketika terjadi revolusi politik besar-besaran di Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur.
Intinya Tujuan utama GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan penting lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta kerjasama internasional berdasarkan persamaan hak.

Menyusul runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 dan kekuatan militer-politik komunisme di Eropa Timur, muncul perdebatan mengenai relevansi, manfaat dan keberadaan GNB. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa dengan berakhirnya sistem bipolar, eksistensi GNB telah tidak bermakna. Namun, sebagian besar negara mengusulkan agar GNB menyalurkan energinya untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dunia pasca Perang Dingin, di mana ketegangan Utara-Selatan kembali mengemuka dan jurang pemisah antara negara maju dan negara berkembang menjadi krisis dalam hubungan internasional. Perhatian GNB pada masalah-masalah terkait dengan pembangunan ekonomi negara berkembang, pengentasan kemiskinan dan lingkungan hidup, telah menjadi fokus perjuangan GNB di berbagai forum internasional pada dekade 90-an.

Sesuai dengan namanya Non-Aligned Movement (NAM), sebagai sebuah gerakan, GNB harus terus bergerak ditengah-tengah dinamika dunia internasional saat ini. Apa yang telah menjadi tema perjuangan GNB sejak 1961 sampai tahun 1990 masih tetap relevan karena keterbelakangan serta kesenjangan ekonomi dan pembangunan masih tetap menjadi permasalahan saat ini.
Namun jika dikaji lebih dalam, surutnya peran GNB itu sebenarnya lebih bersifat di permukaan. Setelah berakhirnya era perang dingin, bukan berarti dunia terbebas dari konflik dan peperangan. Di beberapa negara/wilayah, kita mencatat terjadinya berbagai konflik baik bersifat lokal maupun regional. Perseteruan politik yang disertai dengan pergantian kepemimpinan nasional terjadi di beberapa negara Afrika. Bahkan peristiwa yang hampir sama juga dialami oleh negara Indonesia, sebagai salah satu pelopor berdirinya gerakan ini.
Munculnya tantangan-tantangan global baru sejak akhir abad ke-20 telah memaksa GNB untuk terus mengembangkan Kapasitas dan arah kebijakannya agar sepenuhnya mampu menjadikan keberadaannya tetap relevan, tidak hanya bagi anggotanya tetapi juga lebih terkait dengan sumbangannya dalam menghadapi tantangan tersebut.
Perang antara Israel dan Palestina tetap berlangsung sampai saat ini, India dan Pakistan yang sama-sama anggota GNB juga mengalami hubungan yang tidak harmonis. Hal yang sama terjadi terhadap dua negara bersaudara di semenanjung Korea yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Keadaan semacam ini harusnya menyadarkan negara-negara anggota GNB bahwa tantangan yang dihadapi tidak berkurang bahkan semakin berat di masa depan.
Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dicita-citakan GNB yaitu dunia yang aman, tenteram dan sejahtera masih menjadi tantangan bagi berbagai negara. Karena itulah keberadaan GNB masih relevan untuk mencapai world peace and development
Republika.com
Terpopulerkan.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar