Here It is
… Reformasi ?
Reformasi secara etimologis berasal dari kata
“reformation” dengan akar kata “reform”
yaitu pembentukan kembali. Apa yang dibentuk ? yaitu perubahan tatanan
kehidupan. Kenapa ? karena kita tahu bahwa kehidupan itu akan selalu berubah.
Setiap perubahan pasti ada perkembangan maupun kemunduran. Harapannya dengan
reformasi perubahan yang dilakukan dapat mewujudkan perkembangan yang mendukung pembaharuan ke arah yang lebih baik
dengan hasil yang dapat menyesuaikan
diri dengan tuntutan perkembangan tersebut. Indonesia menggunakan istilah ini
tentu saja menuntut suatu perubahan
tanpa merusak dengan cara memformat ulang, menata ulang hal – hal yang
menyimpang, serta memelihara agar semua sesuai dengan nilai-nilai yang
dicita-citakan berdasarkan ideology pancasila. Sebab tanpa adanya suatu dasar
nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme,
brutalisme. Oleh karena itu pelaksanaannya diusahakan selalu terencana dan
bertahap. Sehingga perikehidupan
lama dapat diperbaiki dengan tatanan perikehidupan baru secara hukum . Gerakan
reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan
untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang
politik, sosial, ekonomi, hukum, dan pendidikan.
KONDISI INDONESIA PASCA
REFORMASI : hal menonjol yang terjadi adalah krisis multi-dimensional. Sehingga
rakyat banyak yang tidak percaya kepada pemerintah, demokratisasi dianggap
tidak berjalan. Ketatanegraan kita didominasi oleh kaum liberal terutama dalam
bidang politik. Hal ini memiliki kelebihan dan kekurangan seperti yang akan
dijelaskan dibawah. Pada masa ini juga banyak terjadi kasus pelanggaran hukum
dan HAM, serta krisis moneter yang menyebabkan kesejahteraan rakyat semakin menurun.
Dampak Reformasi
1.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
Perubahan (
amandemen ) terhadap UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan dari reformasi.
Rakyat menghendaki adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara.Tuntutan perubahan UUD 1945 dilatarbelakangi karena pada masa ORBA
kekuasaan besar ada ditangan presiden dan adanya pasal-pasal yang dapat
menimbulkan multitafsir. Perubahan ini bertujuan untuk menyempurnakan aturan
dasar seperti tatanan Negara, kedaulatan HAM, pembagian kekuasaan, hingga
pemilihan presiden, dan pembatasan masa jabatan presiden.
2.
Pemilihan presiden
secara langsung
Penyelenggaraan
pemilihan presiden secara langsung merupakan salah satu wujud dan kedaulatan
rakyat yang dilaksanakan secara demokratis dengan prinsip LUBER JURDIL.
Pemilihan ini diselenggarakan pada tahun 2004.
3.
Pembatasan masa
jabatan presiden
Berdasarkan hasil
amandemen UUD 1945 menghasilkan pasal 7 yang menyatakan presiden dan wakil
presiden memegang jabatan selama lima tahun. Tanpa adanya amandemen ini
kekuasaan di Indonesia akan terus menciptakan iklim politik yang tidak
demokratis.
4.
Kebebasan
Pers
Pada
masa Orde Baru kebebasan pers sangat dibatasi oleh kepentingan pemerintah.
Setiap isi berita yang disajikan tidak boleh bertentangan dengan pemerintah.
Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi
masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan
ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat.. Ditandai dengan
munculnya media-media baru, baik media cetak maupun elektronik dengan berbagai
kemasan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik kebijakan pemerintah juga menjadi
ciri baru pers Indonesia.
5.
Restrukturisasi
ABRI
Tuntutan
perubahan pada ABRI berujung pada tuntutan penghapusan Dwi Fungsi ABRI. Dwi
Fungsi ABRI telah membawa konsekuensi panjang dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara selama masa Orde Baru. Sejak
penghapusan Dwi Fungsi ABRI dan diikuti wacana kembalinya lembaga TNI ke barak
Serta dipisahkannya TNI dengan POLRI, memberi harapan baru bagi proses
demokratisasi serta mengobati kekecewaan panjang rakyat terhadap posisi ABRI
yang kini menjadi TNI.
6.
Otonomi
Daerah
Era
reformasi ditandai oleh bangkitnya demokrasi. Lahir UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah, namun masih menuai banyak
persoalan. Persoalan-Persoalan yang muncul antara lain masalah kordinasi antar
daerah otonom tingkat provinsi dan kabupaten munculnya “raja-raja kecil” di
daerah yang cenderung mengabaikan nilai etik dalam berpolitik, sulitnya
pengawasan daerah otonom dan lain sebagainya. Sehingga pemerintah mengeluarkan
kebijakan baru mengenai Otonomi Daerah, yakni dengan pemberlakuan UU No.
32/2004 tentang pemerintahan Daerah dan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara pemerintahan Pusat dan Daerah.
Kekurangannya
adalah :
1.
Militer tak lagi mendapat kepercayaan
masyarakat
Karena pada masa
sebelumnya kekuatan militer Indonesia sangatla lemah, rakyat Indonesia sudah
mulai tidak mempercayai kekuatan militer negaraya sendiri. Apapun yang ada
sangkut-pautnya dengan militer akan ditolak dengan tegas oleh rakyat Indonesia.
2.
Adanya krisis multidimensi yang dihadapi oleh
Indonesia
Krisis multi
dimensi adalah suatu situasi dimana bangsa dan negeri kita dewasa ini sedang
dilanda oleh beraneka-ragam pertentangan besar maupun kecil dan berbagai
keruwetan di bidang politik, ekonomi, sosial, dan juga kebobrokan moral. Krisis
ini telah dan sedang terus memporak-porandakan berbagai sendi-sendi penting
kehidupan bangsa. Begitu hebatnya krisis yang bersegi banyak ini, sehingga
banyak orang kuatir akan terjadinya desintegrasi negara dan bangsa, atau
membayangkan masa yang serba gelap di kemudian hari. Karena begitu besarnya
kekacauan di berbagai bidang itu.
3.
Pemerintah hanya fokus pada perbaikan ekonomi
Pada masa
reformasi, Indonesia sebagian besar hanya terfokus pada perbaikan ekonomi.
Karena kebanyakan pakar berpendapat bahwa jika kita dapat memperbaiki sektor
ekonomi, maka sektor sektor yang berdampingan dengan sektor itu (seperti sektor
politik) akan ikut serta berkembang dengan sendirinya.
4.
Munculnya
Euforia Kebebasan
Era
reformasi adalah era keterbukaan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat
terhadap perkembangan politik maupun kritik terhadap kinerja aparatur negara.
Dengan adanya era keterbukaan dan kebebasan tersebut berdampak pada munculnya
aksi – aksi unjuk rasa terhadap kinerja pemerintah. Pada awal reformasi, setiap
hari hampir terjadi aksi unjuk rasa. Reformasi sebagai era keterbukaan banyak
dimaknai oleh masyarakat sebagai kebebasan yang berlebihan. Masyarakat terjebak
oleh euforia kebebasan yang telah menimbulkan bahaya disintegrasi nasional dan
sosial. Konflik-konflik di Ambon, Poso, Sambas, dan Sampit merupakan contoh
gejolak sosial di daerah yang dapat menimbulkan disintegrasi nasional dan
sosial.
Sumber
: www.sumberpengetahuan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar